Sabtu, November 23, 2024
OpiniPendidikan

Pelajar Pancasila Versus Superhero

Oleh: Usep Saefuddin, S.Pd, M.M

(Kepala Sekolah Penggerak SDN Sukasari I Cibuaya Karawang)

“Kebanyakan orang mengatakan bahwa kecerdasanlah yang melahirkan seorang ilmuwan besar. Ternyata mereka keliru, yang betul karakterlah yang melahirkan ilmuwan jenius dan sukses.”(Albert Einstein)

Pandangan Umum tentang Kecerdasan sebagai Superhero

Sebagian besar orang tua dan guru di negeri bebek mendefinisikan  kecerdasan peserta didik  sebagai superhero. Layaknya Avengers, menurut pandangannya, peserta didik yang jenius adalah peserta didik yang mampu tampil sebagai jagoan dalam aspek pengetahuan yang diujikan di sekolah. Pengertian cerdas dimaknai ketika peserta didik mendapatkan nilai sangat baik untuk setiap mata pelajaran. Peserta didik dikatakan pandai, ketika mereka meraih posisi ranking atau bintang di kelasnya. Peserta didik yang pintar, didasarkan atas banyaknya hafalan terhadap fakta-fakta dan konsep. Prosedur penilaian, seleksi dan penempatan peserta didik di negeri bebek, umumnya ditentukan dengan memberikan tanda silang pada pilihan ganda ABCD di depan jawaban yang paling benar.

Kecerdasan Majemuk

Pada praktik pendidikan di negeri garuda, memaknai kecerdasan peserta didik sebagai kontribusi nyata. Penemuan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi bangsa. Kecerdasan dihargai melalui karya di bidangnya masing-masing. Guru dan orang tua memandang kecerdasan peserta didik sebagai multiple intellegence (kecerdasan yang majemuk). Dalam arti, setiap siswa memiliki potensinya masing-masing. Potensi tersebut sesuai dengan kecerdasan yang berkembang optimal dalam dirinya. Seperti yang diungkapkan oleh Howard Gardner, kecerdasan majemuk meliputi: a) logika matematika, b) linguistic (berbahasa), c) spatial (menggambar dan keruangan), d) musical (musik), e) kinesthetic (gerak), f) interpersonal (bergaul), g) intrapersonal (kekuatan diri), h) naturalis (pemahaman terhadap gejala alam). Seseorang dikatakan cerdas apabila mampu berpikir dan bertindak menciptakan sesuatu yang mereka sukai dan mengandung unsur kebaruan. Penilaian terhadap kecerdasan di negeri garuda dilakukan secara autentik. Mengukur secara menyeluruh. Mengamati perkembangan dan merekam proses pembelajaran peserta didik. Lebih utama dari hebatnya seorang superhero menjawab pertanyaan tes dengan benar.

Menanamkan peserta didik untuk senantiasa menghargai pendapat orang lain (Sumber: Dokumen Penulis)

Jika kita menelaah kembali ungkapan Alber Einstein di awal, begitu esensialnya karakter dalam upaya berkembangnya potensi peserta didik. Logika sederhananya adalah anak yang pintar belum tentu berkarakter, sebaliknya anak yang berkarakter akan melahirkan kepintaran. Karakter jujur, tekun, kerja keras, pantang menyerah dan inovatif tentu saja mendorong peserta didik untuk senantiasa mengembangkan diri, meningkatkan kualitas personal (diri sendiri) maupun komunal (berkelompok). Dengan berkembangnya karakter-karakter baik tersebut, muaranya akan meningkatkan kecerdasan peserta didik.

Pelajar Pancasila

Seiring dengan nafas merdeka belajar, Pelajar Pancasila merupakan muara karakter yang diharapkan untuk tumbuh kembang dari peserta didik saat ini. Berdasarkan Rencana Strategis Tahun 2020-2024 diungkapkan bahwa, visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah untuk mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebinekaan global. Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Profil Pelajar Pancasila, meliputi: a) beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, b) berkebhinekaan global, c) bergotong royong, d) kreatif, e) bernalar kritis dan f) mandiri.

Tafsiran sederhananya, pemerintah saat ini menginginkan generasinya memiliki kecerdasaran menyeluruh. Baik cerdas secara akademis juga memiliki karakter Pelajar Pancasila. Hal ini sejalan dengan Agenda Nawacita No. 8 yakni, “Penguatan revolusi karakter bangsa melalui budi pekerti dan pembangunan karakter peserta didik sebagai bagian dari revolusi mental”. Dengan penguatan ini diharapkan dapat melahirkan generasi emas yang bertakwa, nasionalis, tangguh, mandiri dan memiliki keunggulan bersaing secara global, sesuai dengan tuntutan keterampilan abad 21 yakni kualitas karakter, literasi dasar dan kompetensi 4C antara lain: a) critical thinking (berpikir kritis), b) creativity (kreatif), c) communication (komunikasi) dan d) collaboration (kerja sama). Kekuatan pelajar Pancasila juga merupakan pondasi pembangunan bangsa dari aspek pembangunan sumber daya manusia. Dari bekal tersebut, peserta didik akan siap dalam menghadapi berbagai permasalahan degradasi moral, etika dan budi pekerti.

Kenyataan dan Harapan

Ironisnya, di negeri bebek lebih memilih gengsi nilai tinggi sebagai superhero dengan menomorduakan nilai-nilai Pancasila. Muncul kecurangan saat penilaian seperti US sebagai upaya meraih nilai tinggi di beberapa daerah, dari mulai mencontek sampai viral tersebar dengan bantuan guru untuk mengupgrade nilai, demi meloloskan peserta didik masuk sekolah favorit tertentu. Mereka seolah apriori terhadap kampanye “saya mengerjakan ujian dengan jujur”, sebuah pernyataan wajib yang harus ditulis peserta didik pada lembar jawaban komputer sebagai bagian penanaman karakter pelajar Pancasila. Ketika sebagian besar peserta didik tidak dapat masuk ke sekolah yang diinginkan, pertaruhannya adalah harga diri sekolah, sebaliknya ketika peserta didiknya mampu masuk ke sekolah yang dituju, meskipun dengan cara “tidak jujur”, citranya adalah prestasi sekolah.

Adapun dalam praktik pendidikan di negeri garuda, karakter peserta didik lebih utama dibandingkan prestasi akademis semu semata. Bagi mereka membentuk peserta didik berintegritas lebih utama daripada kuantitas lulusan peserta didik yang diterima di sekolah-sekolah favorit dari hasil kecurangan. Mereka optimis dengan karakter baik dan mental kuat, yang akan mengantarkan peserta didik menuju kesuksesan hidup yang nyata. Mereka mengajarkan bagaimana membangun kerja sama, menumbuhkan kepemimpinan dan kemandirian, berpikir positif, senantiasa bersyukur dan meyakini akan kuasa Tuhan Yang Maha Esa.

Kesimpulan

Dari uraian di atas, bahwasannya hakikat kecerdasan peserta didik itu majemuk. Kecerdasan bergantung potensi yang dimiliki. Tugas guru sesungguhnya adalah menanamkan karakter baik dan kuat. Demi tercapainya profil Pelajar Pancasila. Dengan tindakan tersebut, diharapkan akan melahirkan generasi terbaik, berkarakter, dan berbudaya. Pada akhirnya menumbuhkan pemahaman interkultural demi masa depan Indonesia yang cemerlang, aman dan damai.

4 komentar pada “Pelajar Pancasila Versus Superhero

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *