Masyarakat Menuntut Keadilan Proyek Normalisasi dan Pembangunan Waduk
Karawang. Arusperubahan.com – Persoalan normalisasi dan pembuatan waduk Sungai Cikalapa yang diupayakan oleh Pemerintah Desa Wadas, Kecamatan Teluk Jambe Timur Kabupaten Karawang kembali disoalkan, kali ini datang dari masyarakat desa setempat yang sepertinya secara tidak langsung merasa terganggu dengan kegiatan tersebut, hal tersebut terlihat saat adanya hearing antara perwakilan masyarakat desa dengan pemerintahan desa Wadas, Senin siang (24/5/2021) di Aula kantor Desa Wadas Karawang.
Rapat yang dipimpin langsung oleh Kepala Desa Wadas, H.Ahmad Junaedi,.S.H,. Dan didampingi oleh Sekdes, serta para pejabat terkait. perwakilan masyarakat dihadiri oleh Tokoh Masyarakat H.Warma, Kuasa hukum serta perwakilan masyarakat yang merasa diperlakukan tidak adil dalam kegiatan normalisasi dan pembuatan waduk untuk mengatasi permasalahan banjir yang selama ini menghantui segenap masyarakat desa Wadas.
Disampaikan oleh Jujun bahwa pihaknya hanya menjalankan amanah dari masyarakat desa yang tidak menginginkan banjir melanda desanya, dengan terus menjalankan proses pembangunan yang merupakan bantuan dari seluruh kawasan industri yang ada di wilayahnya.
Ia juga menegaskan bahwa normalisasi dan pembuatan waduk ini merupakan perjuangannya, untuk mengatasi permasalahan banjir yang melanda desanya, bagaimanapun sebagai seorang pemimpin Ia pastikan selalu siap menghadapi apapun demi masyarakat desanya.
“Adapun masyarakat yang merasakan dirugikan dengan adanya pengerjaan ini, silahkan didiskusikan dengan pihak – pihak terkait, kami hanya menjalankan amanah masyarakat untuk mengatasi banjir,”tegasnya.
Di sisi lain, Hendra Supriatna SH MH dari kantor Hukum Arya Mandalika selaku kuasa hukum masyarakat meminta keadilan kepada para pihak terkait, terutama Perusahaan Jasa Tirta II yang menurutnya tidak memberitahukan terlebih dahulu jika ada penggusuran di lokasi normalisasi dan pembuatan waduk Sungai Kali kalapa.
Bahwa klien kami sangat setuju adanya normalisasi namun dengan cara yang tidak merugikan klien kami , harus di ketahui masih banyak konsep normalisasi tanpa dilakukan pengusuran seperti di daerah djogjakarta dengan cara penataan yang dilakukan masyarakat sehingga terlihat elok dipandang di wilayah bantaran kali hal ini perlu di contoh.
“Ada juga surat pemberitahuan yang sepertinya dibuat tanggal 3 Mei 2021 namun sampai di tangan masyarakat tanggal 18 Mei 2021, sedangkan waktu rencana penggusuran lahan tanggal 10 Mei 2021, sepertinya PJT II membuat surat ini seakan memaksa dan tidak berdasarkan aturan perundangan terkait mekanisme dan tatacara penggusuran. jika PJT II melakukan upaya pembongkaran paksa secara ilegal maka kami tidak segan – segan akan menggugat dan melapokan peristiwa tersebut, perlu di catatat klien kami membangun bagunan tersebut mengunakan uang pribadi bukan uang pemerintah,” Ungkapnya Hendra.
Selaku kuasa hukum masyarakat setempat, tentunya Ia merasa dirugikan dengan adanya kejadian tersebut dan akan menuntut PJT II yang sepertinya sudah melanggar Sila ke-2 dari Pancasila karena dianggap sudah tidak memanusiakan manusia.
“Perlu di tegaskan banjir terjadi bukan karna warga bantaran kali tetapi tata ruang yang amburadul dan pratek mafia perijinan amdal yang berdasarkan copy paste bukan hasil analisa secara akademis
Contohnya perijinan amdal Rolling Hill blm di keluarkan, kenapa masih membangun dan menjual perumahan hal ini tugas satpol pp karna bangunan yang sedang di bangun oleh Rolling hill murni belum memiliki ijin (IMB).
Menurut pendapat kami, Gimana tidak mau banjir perijinan amdal serta ijin lingkungan desa setempat yang tidak di tanda tangan oleh kepala desa wadas, hal ini pembagunan dan perluasan kawasan Rolling hill KCIJ tetap bejalan. Bahkan kepala desa menjelaskan setiap rapat perijinan amdal terkait di wilayahnya tidak pernah di libatkan hal ini membuktikan ada persekongkolan jahat yang dilakukan oleh dinas perijinan dan di dinas lainnya, maka solusinya adalah moratorium perinjinan kawasan KIIC KJIC Rolling Hill dan lainnya, kenapa pembuangan airnya harus melalui sungai cikalapa.
“Bahkan tersiar kabar di dalam video singkat, Bupati sendiri yang mengakui kesalahannya telah melanggar aturan tata ruang di Kabupaten Karawang,”tambahnya lagi.