Selasa, Desember 3, 2024
Opini

Perjuangan Hak Profesi Guru PAUD Non Formal

Berdasarkan Visi HIMPAUDI untuk menjadikan organisasi bermutu dalam mewujudkan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (PTK AUD) Indonesia yang professional dan berakhlak mulia pada tahun 2025, di tajamkan dengan Tujuan Himpaudi yaitu menghimpun aspirasi dan meningkatkan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan anak usia dini Indonesia. Memberikan arah perjuangan HIMPAUDI dalam mengusung kepekaan terhadap persoalan anak usia dini di Indonesia, terutama PTK AUD.

Persoalan hari ini dan ke depan terkait dengan hal di atas, prinsip yang harus diurai dan dikuatkan adalah pada sisi legal hukum yaitu memberikan masukan pada RUU SiSDIKNAS. HIMPAUDI memberikan pandangan tajam dengan pertimbangan untuk mendudukan posisi pentikng PTK AUD juga perjuangan hak dasar PTK.

Pasal (1), dan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Guru dan Dosen hanya mengakui bahwa guru hanyalah para pendidik pada Pendidikan Anak Usia Dini Formal (Taman Kanak-Kanak), sedangkan pendidik pada PAUD nonformal (Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak, Satuan PAUD) tidak dikategorikan sebagai guru. Telah terjadi suatu ketidaksamaan akses, ketidaksamaan kesempatan, ketidaksamaan kedudukan dihadapan hukum ataupun tidak terjadi equal opportunity, tidak terjadi equality before the law, dan telah terjadi diskriminasi, atau pelanggaran terhadap asas nondiskriminasi, juga ada pelanggaran terhadap hak-hak Pendidik PAUD Non Formal yang seharusny a berlaku secara sama,baik guru PAUD formal maupun guru PAUD nonformal.

Terdapat korelasi yang kuat antara sebutan sebagai guru atau sebagai pendidik, dan akses terhadap hak-hak pada pasal 14, pasal 15 Undang-Undang Guru dan Dosen Tahun 2005, juga hak-hak dan kesempatan pada pasal 40 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Telah terjadi suatu penegasian, suatu pengingkaran status sebagai guru akibat tidak disebutkannya, atau tidak dimasukkanya, tidak dikategorikannya para guru, ataupun para pendidik di PAUD nonformal sebagai guru. Padahal semua guru baik formal maupun Non Formal menjalankan tugas dengan mengusung mutu dan standar mutu yang sama.

Mirisnya, kondisi ini berdampak pada diskriminasi kepada hak-hak anak bangsa Indonesia yang menjadi peserta didik, peserta dari pembelajaran di PAUD nonformal. Hak untuk tumbuh kembang, hak untuk belajar, hak untuk diberikan pendidikan terbaik sesuai prinsip the best interest of the child ataupun kepentingan terbaik bagi anak yang harus diberikan oleh guru yang profesional, guru yang berkualitas, guru yang tenang, nyaman, dan sejahtera dalam menyelenggarakan pembelajarannya ataupun menyampaikan pendidikannya kepada para anak didiknya.

Menurut aturan dan kondisi di lapangan saat ini, PAUD Formal melayani anak usia 5-6 tahun sedangkan PAUD Non Formal melayani usia 0-6 tahun. Data BPS (2021) menunjukan peserta didik pada jalur PAUD Non Formal usia <1 tahun sebesar 13.56% dan usia 1-4 tahun 57.16% selain itu ada peserta didik usia 5-6 tahun juga yang dilayani di PAUD Non Formal. Hal ini berarti, lebih dari 70,72% peserta didik PAUD beresiko mendapatkan kualitas pembelajaran yang mutunya lebih rendah dari Formal

Disisi lain, menurut para ahli “Kapasitas kecerdasan anak bertambah 50% untuk rentang usia 0-4 tahun dan hanya bertambah 30% pada rentang usia 4-8 tahun. Masa anak-anak dari usia 0 sampai dengan 8 tahun atau masa anak usia dini disebut masa emas atau golden age yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia” Jika Pendidik PAUD Non Formal tidak diakui profesinya sebagai guru yang berarti tidak mendapatkan hak profesionalnya maka akan berdampak terhadap mutu pembelajaran yang diberikannya kepada peserta didik. Secara berkelanjutan berdampak terhadap mutu peserta didik saat menajalani Pendidikan di SD, SMP dan SMA bahkan Pendidikan Tinggi

Adanya diskriminasi dan tidak diakuinya Pendidik PAUD Non Formal sebagai guru berkorelasi dengan mutu pendidik dan lembaga PAUD Non Formal sebagaimana terindikasi berikut ini.

  1. Kualitas Pendidik PAUD Non Formal lebih rendah dari Pendidik PAUD Formal

              Data Studi Kemendikbud tahun 2021 tetrhadap 117.632 guru PAUD (Formal dan Non Formal) menunjukan mutu guru PAUD Non Formal lebih rendah dari guru PAUD Formal.

  • Jumlah Guru yang sudah S1 lebih rendah di PAUD Non Formal (31%) vs PAUD Formal (69%)
    • Status akeditasi A (Unggul) PAUD Non Formal (11,4%) jauh lebih rendah dibanding PAUD Formal (88,6%)
  • Berdasarkan data base yang dimiliki PP HIMPAUDI dari 150.000 anggota HIMPAUDI menunjukan rendahnya gaji guru PAUD, jauh dari kelayakan. Tidak sedikitpun setara dengan UMR. Padahal seharusnya gaji seorang guru karena pekerjaan profesionalnya diatas UMR. Tercatat fakta bahwa mayoritas Pendidik PAUD Non Formal (72,07%) bergaji lebih kecil dari Rp. 250.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).Data sebagaimana terlampir berikut ini

Setelah 17 (tujuh belas) tahun lamanya diskriminasi ini terjadi karena landasan konstitusinya memang membedakan hak profesi guru PAUD Non Formal dengan Non Formal, revisi UU Sisdiknas yang saat ini sedang berproses di Kemendikbud menjadi harapan. UU Guru dan Dosen direncanakan tidak berdiri sendiri lagi tapi ternaungi dalam UU Sisdiknas. Kami telah memberikan masukan dari Draf ke-1 juga Draft ke-2. Terdapat dinamika yang cukup tajam di kedua draft ini terkait Hak Profesi Guru PAUD.

Draft ke-1

Pasal 121: Guru merupakan Pendidik profesional pada sub jalur pra persekolahan, persekolahan, persekolahan mandiri, dan pendidikan kesetaraan pada Jenjang Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah

Draft ke-2

Pasal 129: Guru merupakan Pendidik profesional pada sub jalur anak usia dini formal, persekolahan/ madrasah, dan persekolahan/ madrasah mandiri pada Jenjang Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah

Draft ke-3

Bahan sosialisasi Revisi UU Sisdiknas yang dikeluarkan pada bulan Juni 2022, lebih baik dari Draft ke-2 karena sudah menawarkan perbaikan dengan narasi sebagai berikut: “Dengan penyederhanaan kategori pendidik, individu yang menjalankan tugas selayaknya guru dan memenuhi persyaratan untuk menjadi guru dapat diakui sebagai guru, termasuk pendidik PAUD 3-5 tahun, pendidik dalam satuan pendidikan kesetaraan, dan pendidik dalam pesantren formal”

Revisi UU Sisdiknas masih terus bergerak. Draft ke-3 yang sudah lebih baik meskipun sebenarnya masih belum mengakui hak profesi semua guru PAUD Non Formal mengingat ada Pendidik PAUD Non Formal yang saat ini mendidik puluhan ribu peserta didik pada usia 0-2 tahun.

Negara seharusnya mendengar suara dan aspirasi warga negara apalagi jika melihat fakta 98% Satuan PAUD saat ini bukanlah PAUD Negeri tapi PAUD yang didirikan swadaya masyarakat. Masyarakat telah sangat besar perannya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang menjadi janji dan tugas negara. Apalagi jika melihat usia PAUD adalah usia keemasan dalam seluruh siklus hidup manusia. Tidak boleh ada malpraktik Pendidikan yang justru berasal dari landasan hukum.

Mengingat Revisi UU Sisdiknas saat ini sedang berlangsung, maka kami memohon semua pihak untuk membantu kami mendorong perubahan Revisi UU Sisdiknas yang mengakui Hak Profesi Guru PAUD Non Formal.

Demikian masukan dan pertimbangan yang kami sampaikan, sebagai bentuk konstribusi positif HIMPAUDI, dalam gelaran sajadah panjang kami untuk kemajuan peradaban bangsa ini, sebagai wujud mengusung generasi emas 2045. Terimakasih atas dukungan semua pihak. Terimakasih kepada pemerintah dalam hal ini Kemendikbud dengan usulan Revisi UU Sisdiknas versi ke-3 yang lebih baik dari Draft ke-2.

Penulis adalah Prof. Dr. Ir. Netti Herawati., MSi,

Ketua Umum PP HIMPAUDI (Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *